Suminto A. Sayuti, lahir pada tanggal 26 Oktober 1956, di Purbalingga, Jawa Tengah. Dosen sekaligus Guru Besar di Fakultas Bahasa dan Seni UNY ini, gemar sekali dengan wayang dan gamelan. Ia menyelesaikan SD (1968), SMP (1971), dan SMA ( 1974) di kota kelahirannya. Setelah memperoleh gelar sarjana Bahasa dan Sastra Indonesia dan FKSS IKIP Yogyakarta (1979), ia diangkat menjadi dosen di IKIP Yogyakarta.
Dosen Prodi PBSI dan BSI ini, pada tahun 1983-1984 mengikuti penataran penelitian sastra yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa di Tugu, Bogor (tahap I,II,III). Setelah setahun masuk Program S-2, dosen yang juga penyair dua bahasa (Jawa dan Indonesia) ini langsung loncat ke Program Doktor (S-3) dan lulus pada tahun 1996.
Suminto A Sayuti adalah penulis yang produktif, salah satunya yaitu dibidang puisi. Sempat dua kali menjadi Dekan Fakultas Seni dan Budaya UNY, dan saat ini masih aktif menjabat sebagai Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni UNY, ia tak bisa melepaskan kekagumannya pada untaian puisi. Menulis puisi menjadi keseharian di sela mengajar dan menguji makalah disertasi di beberapa universitas di Semarang, Yogyakarta, Solo, hingga Malang. Dari puisi pula ia memperoleh kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Kegairahan inilah yang dia tularkan kepada para mahasiswanya.
Masih aktif mengajar dengan gaya santai disertai guyonan segar, membuat Profesor satu ini dinanti mahasiswanya. Tak satupun mahasiswanya yang mengantuk saat menerima materi darinya. Mata kuliah yang dia bawakan tidak hanya berkutat pada teori, tetapi ia juga memotivasi mahasiswanya untuk mengapresiasi seni tak hanya berhenti di tataran teori.
Ia termasuk segelintir dari penyair yang masih menekuni dunia akademisi. Padahal, pada era 1960-1970-an, penyair sempat marak bermunculan dari kalangan akademisi. Nama sastrawan besar seperti Umar Kayam yang juga sosiolog, Kuntowijoyo yang berprofesi sebagai sejarawan, hingga Bakdi Soemanto pernah menghidupkan jagat kepenyairan Yogyakarta.
Kehadiran penyair dari kampus sanggup bersinergi dengan penyair otodidak seperti Emha Ainun Nadjib dan Imam Budi Santosa. Kemesraan hubungan penyair dari lingkungan akademisi dan otodidak ini, sayangnya, tak berjalan kekal.
Kata dosen tiga anak ini, penyair akademisi cenderung memasuki ranah spesialisasi dengan fokus pada wilayah sastra atau malah berhenti berkarya untuk menjadi ilmuwan. ”Penyair yang bertahan di wilayah penciptaan dan pengamatan semakin jarang,” keluhnya.
Sebagai seniman dan akademisi, ia mengawinkan kebebasan berekspresi dan teori keilmuan dalam irama pendidikan yang membebaskan. Kecintaannya pada seni, antara lain, dijembatani dengan menempati ruang kerja bersebelahan dengan laboratorium karawitan. Setiap hari ia bekerja diiringi gamelan Jawa.
Bagi Prof. Suminto, tiap zaman mempunyai semangat dan tuntutan berbeda. Penyair akademisi maupun seniman hanya dipisahkan ruang karya, tetapi mereka tetap berada pada wilayah seni yang sama. Profesi akademisi yang terikat logika berpikir sistematik bukan halangan untuk berkarya di ranah puisi yang menonjolkan segi pembebasan diri.
Setiap dua bulan sekali puisi karyanya biasa dibacakan di Taman Budaya Yogyakarta, terutama oleh Komunitas Sarkem (UNY), Jaringan Anak Bahasa (Universitas Ahmad Dahlan), Sanggar Jepit (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga), dan Studio Pertunjukan Sastra Yogyakarta. Selain menulis puisi, ia aktif menabuh gamelan Jawa. Ia juga menyiapkan kumpulan puisi berbahasa Indonesia dan berbahasa Jawa yang akan diterbitkan menjadi buku.
Bapak dari tiga anak (Bayu, Sekar, Sadewa) ini sempat menulis cerpen dan buku teks pembelajaran sastra. Namun, kepuasan utama tetap dia dapat dari puisi. Karya puisi, cerpen, dan esai seni budayanya banyak menghiasi majalah dan surat kabar seperti Minggu Pagi, Kedaulatan Rakyat, Yogya Post, Bernas, Pikiran Rakyat, Republik, Berita Buana, Pelita, Suara Karya, dan Horison. Sejumlah puisinya antara lain dibukukan dalam Malam Lereng (1984), Tugu (1987), Tonggak (1987), Syair-syair Cinta (1987), Melodia Rumah Cinta (1988), dan Ambang (1990). Karya-karya lain Prof. Dr. Suminto yakni Kumpulan Sajak Malam Tamansari, Resepsi Sastra, Intertekstualitas: Pemandu Pengkajian Sastra, Ensiklopedia Sastra Indonesia.
Sumber:
Mawar Kusuma. 2012. Penyair dan Guru Besar “Nyeleneh”. http://edukasi.kompas.com/read/2009/03/23/22254379/Penyair.dan.Guru.Besar.Nyeleneh. Diunduh pada tanggal 23 September 2012.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Jogja: Gama Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar