Ketika itu siang hari, tepat setelah shalat jumat di salah satu masjid. Saya bersama kawan saya -terbilang lebih senior dari saya- sedang asyik mengobrol. Suasana terbawa pada perbincangan yang agak serius. Ketika itu dia menceritakan segala kenangannya selama menjadi mahasiswa baru sampai pada saat ini. Dia mulai mempertanyakan bahwa satu minggu lagi dia akan wisuda. Rasa senang dan bangga tentulah ada di benak dia, sedangkan dia belum juga memperoleh pekerjaan, relasi, serta pengalaman dalam berorganisasi. Pertanyaan paling mendasar bagi dia adalah ketika wisuda nanti, satu hari setelahnya dia akan menanggalkan status sebagai mahasiswa. Tentu segalanya akan berubah, mulai dari pola pikir serta orientasi ke depan. “Entahlah, saya belum tahu satu hari setelah wisuda itu saya akan melakukan apa”. Keluh dia sambil menatap langit yang sangat cerah pada waktu itu.
Dari penggalan cerita di atas, kita dapat mengambil hikmah bahwa apakah kita sudah menyiapkan diri untuk menjadi mahasiwa yang siap ketika wisuda nanti? Ada yang mengatakan bahwa sebaiknya kita lulus kuliah dengan waktu yang cepat dan setelah itu dapat pekerjaan. Ada juga yang mengatakan bahwa sebaiknya kita lulus tepat pada waktunya. Menurut saya, dari kedua pendapat tersebut masih terlalu normatif. Seakan-akan hanya berorientasi pada output (baca: tujuan). Padahal sebelum kita dinyatakan lulus tersebut terdapat proses panjang yang harus kita lalui. Baiklah, di sini kita tidak membahas kapan kita akan lulus. Namun, yang perlu menjadi tanda tanya besar kita adalah apakah kita sudah membekali diri sebagai seorang mahasiswa dengan sebaik mungkin? Ingat, di luar sana masih banyak sekali sarjana yang menganggur, ada juga yang bekerja tidak sesuai dengan keahliannya. Bukan apa-apa, itu karena mereka dipaksa untuk membanting setir demi mendapatkan sesuap nasi.
Akhirnya, tibalah saat kita untuk merenungkan dan memikirkan rencana strategis mulai dari membuat rencana jangka pendek, menengah, kemudian jangka panjang. Pola pikir kita harus kita atur sedemikian rupa agar tidak selalu berorientasi kepada tujuan besar. Tugas kita bukan untuk berhasil, tapi mencoba. Karena, dari mencoba tersebut kita akan memperoleh kesempatan untuk berhasil. Tentu saja dalam mencoba tersebut kita akan menemui kendala, permasalahan, dan hambatan, bukan? Nah, di saat itulah kita harus bisa menguatkan diri sendiri dan lantas tidak terjebak pada situasi tersebut sehingga yang terjadi akan berkeluh kesah dan tidak ada upaya yang pasti.
Menjadi seorang mahasiswa selayaknya menjadi mahasiswa yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan sekitar kita. Salah satu upaya kita adalah menjadi mahasiswa yang selalu disibukkan kepada kegiatan dan rutinitas. Dengan begitu, kita akan memperoleh banyak relasi. Apapun itu kegiatannya, bisa berupa ormawa, organisasi ekstrakampus, UKM, komunitas penelitian, sastra, atau komunitas apa saja yang menuntut kita bisa lebih aktif dan peduli terhadap sesuatu. Di saat itulah, tanggung jawab dan komitmen kita akan diuji. Dalam kegiatan tersebut kemampuan kita semakin terasah, begitu juga dengan mental kita. Ketika kita sudah menemui kendala, permasalahan, dan hambatan dalam bertindak, berarti kita sudah mulai bisa mengurai masalah, selanjutnya berpikir mencari solusi yang terbaik. Jika akhirnya jalan untuk menemui solusi tersebut keliru atau kurang tepat, tidaklah menjadi masalah, kemudian setelah itu kita harus bisa mengambil pelajaran dari kesalahan tersebut agar di kemudian hari tidak terulang lagi. dan begitu seterusnya.
Salah dan keliru ketika masih muda (baca: mahasiswa) akan senantiasa dapat dimaklumi dan merupakan hal yang wajar, beda dengan saat kita sudah menjadi tenaga professional karena dituntut serba beres dan tanpa kesalahan. Maka, dunia perkuliahan akan menjadi sebuah “laboratorium” yang sangat berharga bagi kita yang masih menyandang status sebagai mahasiswa. Carilah kesibukan dan perbanyak relasi agar senantiasa memilki bekal dan mampu menjawab segala macam tantangan zaman. Rugi rasanya jika di dunia perkuliahan kita hanya mendapatkan teori-teori kuliah saja. Mumpung masih menjadi mahasiswa, dan belum terlambat seperti kisah di atas.
Salam budaya!!
Faisal Isnan
(Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoneisa 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar