Cari Blog Ini

Jumat, 23 November 2012

Lomba Cerpen "Pendidikan"

PENDAFTARAN
3-14 Desember 2012
sms dengan format: nama_TTL_sekolah/Universitas
kirim ke nomer 085641168145

STAN PENGUMPULAN DAN PEMBAYARAN
3-14 Desember 2012
Sekretariat HIMA PBSI (PKM Lt. 2)
atau untuk pembayaran bisa melalui rekening ke no 0210698197 a.n. Putri Wardani

KRITERIA PENILAIAN
1.  Warga Indonesia berusia 17-25 tahun
2. Foto kopi KTM/KTP/sim atau tanda pengenal lain.
3. Karya asli, belum pernah dipublikasikan dan diikutsertakan dalam lomba
4. Diketik, A4,Times New Roman, 12, spasi 1,5 margin normal, maksimal 5 hal
5. Setiap peserta hanya diperbolehkan mengirimkan satu karya
6. Peserta menyertakan soft file dan hard file sebanyak 4 bendel.
7. Soft file dikirim ke FB HIMA PBSI UNY
8. Menyertakan biodata secara deskriptif dalam beberapa kalimat
9. HTM Rp10.000 (mahasiswa UNY), Rp20.000 (Luar UNY/umum)
10. Bukti pembayaran di foto dan di tag ke FB HIMA PBSI UNY (jika pembayaran dilakukan lewat rekening)
11.  Karya tidak boleh menyinggung SARA, pornografi, dan pornoaksi
12. Naskah cerpen yang diikutsertakan dalam lomba ini menjadi milik panitia
     (hak cipta tetap pada penulis) dan akan dijadikan satu antologi.

HADIAH LOMBA
JUARA I Tropy Rektor UNY + sertifikat + uang pembinaan
JUARA II Tropy Dekan FBS + sertifikat + uang pembinaan
JUARA III sertifikat + uang pembinaan


Sabtu, 17 November 2012

Pelatihan Motivasi Kepemimpinan (PMK) 2012

Heeey mahasiswa PBSI, ada agenda baru lhoo . . .
Pelatihan Motivasi Kepemimpinan (PMK)
tempat: Desa Wisata Kembang Arum, Turi, Sleman
tanggal: 1 Des 2012
pendfataran via SMS dengan format NAMA(spasi)NIM(spasi)KELAS dan kirim ke 0896724384346 (Ardy)

Agenda ini dikhususkan kepada MABA PBSI 2012 dan bagi kamu yang ingin tahu seperti apa dunia organisasi kampus atau yang mau nimbrung, yuk gabung aja, seru lho!



Senin, 12 November 2012

Akreditasi : Antara Nilai dan Realitas

Status akreditasi suatu perguruan tinggi merupakan cermin kinerja perguruan tinggi yang bersangkutan dan menggambarkan mutu, efisiensi, serta relevansi suatu program studi yang diselenggarakan.

Pengertian akreditasi dalam dunia pendidikan tinggi adalah pengakuan atas suatu lembaga pendidikan yang menjamin standar minimal sehingga lulusannya memenuhi kualifikasi untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau memasuki pendidikan spesialisasi, atau untuk dapat menjalankan praktek profesinya. Menurut Dr. Maman Suryaman Kepala Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FBS UNY akreditasi merupakan standarisasi suatu perguruan tinggi.

Mengenal Penyelenggara Akreditasi.
Akreditasi Perguruan Tinggi sekarang ini dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN-PT), merupakan lembaga non-struktural di bawah Menteri Pendidikan Nasional, yang ditetapkan melalui Keputusan Mendiknas nomor 187/U/1998, dan nomor 118/U/2003.
Pembentukan BAN-PT pada hakekatnya melambangkan niat dan kepedulian pemerintah dalam pembinaan penyelenggaraan perguruan tinggi, melayani kepentingan masyarakat, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Proses Akreditasi.
Proses akreditasi program studi dimulai dengan pelaksanaan evaluasi diri di program studi yang bersangkutan. Evaluasi diri tersebut mengacu pada pedoman evaluasi diri yang telah diterbitkan BAN-PT, namun, jika dianggap perlu, pihak pengelola program studi dapat menambahkan unsur-unsur yang akan dievaluasi sesuai dengan kepentingan program studi maupun institusi perguruan tinggi yang bersangkutan. Dari hasil pelaksanaan evaluasi diri tersebut, dibuat sebuah rangkuman eksekutif, yang selanjutnya rangkuman eksekutif tersebut dilampirkan dalam surat permohonan untuk diakreditasi yang dikirimkan ke sekertariat BAN-PT.


Apa saja yang dinilai?
Dalam model Akreditasi institusi perguruan tinggi BAN-PT melakukan penilaian institusi perguruan tinggi dengan memperhatikan dua komitmen inti, yaitu :
1. Komitmen inti pertama : Kapasitas Institusi
Kapasitas institusi dicerminkan dalam ketersediaan dan kecukupan berbagai perangkat dasar yang diperlukan untuk menyelenggarakan pendidikan, seperti:
-Eligibilitas, integritas, visi, misi, tujuan, dan sasaran
-Tata pamong (governance)
-Sistem Pengelolaan
-Sumber daya manusia
-Prasarana dan sarana
-Keuangan
-Sistem informasi

2. Komitmen inti kedua : Efektivitas pendidikan
Efektifitas pendidikan dicerminkan dengan tersedianya sejumlah masukan, proses dan suasana yang diperlukan dalam proses pendidikan serta produk kegiatan akademik seperti:
-Kemahasiswaan
-Kurikulum
-Sistem pembelajaran
-Penelitian, publikasi, karya inovatif lainnya, pengabdian kepada masyarakat
-Sistem jaminan mutu
-Suasana akademik
-Lulusan
-Mutu Program Studi

Menilik Akreditasi PBSI
Berbicara tentang akreditasi yang belum lama ini diselenggarakan jurusan pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UNY. Awalnya sempat berhembus kabar tentang penurunan akreditasi jurusan PBSI. Namun, hal itu tidak terbukti setelah BAN-PT mengeluarkan Surat Keputusan BAN-PT Nomor 017 tahun 2012, tertanggal 29 Juni 2012, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FBS UNY meraih peringkat A dalam proses akreditasi tahun 2012. Peringkat akreditasi tersebut berlaku selama lima tahun, sejak 29 Juni 2012 sampai dengan 29 Juni 2017. Terbitnya Surat Keputusan ini patut di syukuri segenap keluarga prodi PBSI FBS UNY.

Apa yang di Dapat Mahasiswa Dari Akreditasi?
Menurut Dr. Maman Suryaman manfaat yang akan di dapat mahasiswa dari akreditasi adalah akses mahasiswa terhadap sarana dan prasarana mudah seperti perpustakaan, hotspot, dan dosen yang bagus. Selain itu mahasiswa juga mudah mencari pekerjaan karena biasanya suatu lembaga atau perusahaan menetapkan standar akreditasi A atau minimal B. Kemudian mahasiswa mudah mendapat peluang studi ke luar negeri.

Mepertahankan Lebih Berat Daripada Meraihnya.
Dr. Maman Suryaman, M.Pd., mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam kepentingan akreditasi. “Alamdulilah Prodi PBSI memperoleh akreditasi A dan kita bersama-sama harus mampu mempertahankan peringkat akreditasi di masa kini, dan lebih meningkatkan lagi di masa yang akan datang” tambah Kajur PBSI.


(Diolah dari berbagai sumber)
Reporter : Ngalim Mustakim, Putri Wardani

Mumpung Masih (Menjadi) Mahasiswa

Ketika itu siang hari, tepat setelah shalat jumat di salah satu masjid. Saya bersama kawan saya -terbilang lebih senior dari saya- sedang asyik mengobrol. Suasana terbawa pada perbincangan yang agak serius. Ketika itu dia menceritakan segala kenangannya selama menjadi mahasiswa baru sampai pada saat ini. Dia mulai mempertanyakan bahwa satu minggu lagi dia akan wisuda. Rasa senang dan bangga tentulah ada di benak dia, sedangkan dia belum juga memperoleh pekerjaan, relasi, serta pengalaman dalam berorganisasi. Pertanyaan paling mendasar bagi dia adalah ketika wisuda nanti, satu hari setelahnya dia akan menanggalkan status sebagai mahasiswa. Tentu segalanya akan berubah, mulai dari pola pikir serta orientasi ke depan. “Entahlah, saya belum tahu satu hari setelah wisuda itu saya akan melakukan apa”. Keluh dia sambil menatap langit yang sangat cerah pada waktu itu. 

Dari penggalan cerita di atas, kita dapat mengambil hikmah bahwa apakah kita sudah menyiapkan diri untuk menjadi mahasiwa yang siap ketika wisuda nanti? Ada yang mengatakan bahwa sebaiknya kita lulus kuliah dengan waktu yang cepat dan setelah itu dapat pekerjaan. Ada juga yang mengatakan bahwa sebaiknya kita lulus tepat pada waktunya. Menurut saya, dari kedua pendapat tersebut masih terlalu normatif. Seakan-akan hanya berorientasi pada output (baca: tujuan). Padahal sebelum kita dinyatakan lulus tersebut terdapat proses panjang yang harus kita lalui. Baiklah, di sini kita tidak membahas kapan kita akan lulus. Namun, yang perlu menjadi tanda tanya besar kita adalah apakah kita sudah membekali diri sebagai seorang mahasiswa dengan sebaik mungkin? Ingat, di luar sana masih banyak sekali sarjana yang menganggur, ada juga yang bekerja tidak sesuai dengan keahliannya. Bukan apa-apa, itu karena mereka dipaksa untuk membanting setir demi mendapatkan sesuap nasi. 

Akhirnya, tibalah saat kita untuk merenungkan dan memikirkan rencana strategis mulai dari membuat rencana jangka pendek, menengah, kemudian jangka panjang. Pola pikir kita harus kita atur sedemikian rupa agar tidak selalu berorientasi kepada tujuan besar. Tugas kita bukan untuk berhasil, tapi mencoba. Karena, dari mencoba tersebut kita akan memperoleh kesempatan untuk berhasil. Tentu saja dalam mencoba tersebut kita akan menemui kendala, permasalahan, dan hambatan, bukan? Nah, di saat itulah kita harus bisa menguatkan diri sendiri dan lantas tidak terjebak pada situasi tersebut sehingga yang terjadi akan berkeluh kesah dan tidak ada upaya yang pasti. 

Menjadi seorang mahasiswa selayaknya menjadi mahasiswa yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan sekitar kita. Salah satu upaya kita adalah menjadi mahasiswa yang selalu disibukkan kepada kegiatan dan rutinitas. Dengan begitu, kita akan memperoleh banyak relasi. Apapun itu kegiatannya, bisa berupa ormawa, organisasi ekstrakampus, UKM, komunitas penelitian, sastra, atau komunitas apa saja yang menuntut kita bisa lebih aktif dan peduli terhadap sesuatu. Di saat itulah, tanggung jawab dan komitmen kita akan diuji. Dalam kegiatan tersebut kemampuan kita semakin terasah, begitu juga dengan mental kita. Ketika kita sudah menemui kendala, permasalahan, dan hambatan dalam bertindak, berarti kita sudah mulai bisa mengurai masalah, selanjutnya berpikir mencari solusi yang terbaik. Jika akhirnya jalan untuk menemui solusi tersebut keliru atau kurang tepat, tidaklah menjadi masalah, kemudian setelah itu kita harus bisa mengambil pelajaran dari kesalahan tersebut agar di kemudian hari tidak terulang lagi. dan begitu seterusnya. 

Salah dan keliru ketika masih muda (baca: mahasiswa) akan senantiasa dapat dimaklumi dan merupakan hal yang wajar, beda dengan saat kita sudah menjadi tenaga professional karena dituntut serba beres dan tanpa kesalahan. Maka, dunia perkuliahan akan menjadi sebuah “laboratorium” yang sangat berharga bagi kita yang masih menyandang status sebagai mahasiswa. Carilah kesibukan dan perbanyak relasi agar senantiasa memilki bekal dan mampu menjawab segala macam tantangan zaman. Rugi rasanya jika di dunia perkuliahan kita hanya mendapatkan teori-teori kuliah saja. Mumpung masih menjadi mahasiswa, dan belum terlambat seperti kisah di atas. 

Salam budaya!! 



Faisal Isnan
(Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoneisa 2009)

Penyair Akademisi

Suminto A. Sayuti, lahir pada tanggal 26 Oktober 1956, di Purbalingga, Jawa Tengah. Dosen sekaligus Guru Besar di Fakultas Bahasa dan Seni UNY ini, gemar sekali dengan wayang dan gamelan. Ia menyelesaikan SD (1968), SMP (1971), dan SMA ( 1974) di kota kelahirannya. Setelah memperoleh gelar sarjana Bahasa dan Sastra Indonesia dan FKSS IKIP Yogyakarta (1979), ia diangkat menjadi dosen di IKIP Yogyakarta. 

Dosen Prodi PBSI dan BSI ini, pada tahun 1983-1984 mengikuti penataran penelitian sastra yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa di Tugu, Bogor (tahap I,II,III). Setelah setahun masuk Program S-2, dosen yang juga penyair dua bahasa (Jawa dan Indonesia) ini langsung loncat ke Program Doktor (S-3) dan lulus pada tahun 1996. 

Suminto A Sayuti adalah penulis yang produktif, salah satunya yaitu dibidang puisi. Sempat dua kali menjadi Dekan Fakultas Seni dan Budaya UNY, dan saat ini masih aktif menjabat sebagai Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni UNY, ia tak bisa melepaskan kekagumannya pada untaian puisi. Menulis puisi menjadi keseharian di sela mengajar dan menguji makalah disertasi di beberapa universitas di Semarang, Yogyakarta, Solo, hingga Malang. Dari puisi pula ia memperoleh kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Kegairahan inilah yang dia tularkan kepada para mahasiswanya. 

Masih aktif mengajar dengan gaya santai disertai guyonan segar, membuat Profesor satu ini dinanti mahasiswanya. Tak satupun mahasiswanya yang mengantuk saat menerima materi darinya. Mata kuliah yang dia bawakan tidak hanya berkutat pada teori, tetapi ia juga memotivasi mahasiswanya untuk mengapresiasi seni tak hanya berhenti di tataran teori. 

Ia termasuk segelintir dari penyair yang masih menekuni dunia akademisi. Padahal, pada era 1960-1970-an, penyair sempat marak bermunculan dari kalangan akademisi. Nama sastrawan besar seperti Umar Kayam yang juga sosiolog, Kuntowijoyo yang berprofesi sebagai sejarawan, hingga Bakdi Soemanto pernah menghidupkan jagat kepenyairan Yogyakarta. 

Kehadiran penyair dari kampus sanggup bersinergi dengan penyair otodidak seperti Emha Ainun Nadjib dan Imam Budi Santosa. Kemesraan hubungan penyair dari lingkungan akademisi dan otodidak ini, sayangnya, tak berjalan kekal. 

Kata dosen tiga anak ini, penyair akademisi cenderung memasuki ranah spesialisasi dengan fokus pada wilayah sastra atau malah berhenti berkarya untuk menjadi ilmuwan. ”Penyair yang bertahan di wilayah penciptaan dan pengamatan semakin jarang,” keluhnya. 

Sebagai seniman dan akademisi, ia mengawinkan kebebasan berekspresi dan teori keilmuan dalam irama pendidikan yang membebaskan. Kecintaannya pada seni, antara lain, dijembatani dengan menempati ruang kerja bersebelahan dengan laboratorium karawitan. Setiap hari ia bekerja diiringi gamelan Jawa. 

Bagi Prof. Suminto, tiap zaman mempunyai semangat dan tuntutan berbeda. Penyair akademisi maupun seniman hanya dipisahkan ruang karya, tetapi mereka tetap berada pada wilayah seni yang sama. Profesi akademisi yang terikat logika berpikir sistematik bukan halangan untuk berkarya di ranah puisi yang menonjolkan segi pembebasan diri. 

Setiap dua bulan sekali puisi karyanya biasa dibacakan di Taman Budaya Yogyakarta, terutama oleh Komunitas Sarkem (UNY), Jaringan Anak Bahasa (Universitas Ahmad Dahlan), Sanggar Jepit (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga), dan Studio Pertunjukan Sastra Yogyakarta. Selain menulis puisi, ia aktif menabuh gamelan Jawa. Ia juga menyiapkan kumpulan puisi berbahasa Indonesia dan berbahasa Jawa yang akan diterbitkan menjadi buku. 

Bapak dari tiga anak (Bayu, Sekar, Sadewa) ini sempat menulis cerpen dan buku teks pembelajaran sastra. Namun, kepuasan utama tetap dia dapat dari puisi. Karya puisi, cerpen, dan esai seni budayanya banyak menghiasi majalah dan surat kabar seperti Minggu Pagi, Kedaulatan Rakyat, Yogya Post, Bernas, Pikiran Rakyat, Republik, Berita Buana, Pelita, Suara Karya, dan Horison. Sejumlah puisinya antara lain dibukukan dalam Malam Lereng (1984), Tugu (1987), Tonggak (1987), Syair-syair Cinta (1987), Melodia Rumah Cinta (1988), dan Ambang (1990). Karya-karya lain Prof. Dr. Suminto yakni Kumpulan Sajak Malam Tamansari, Resepsi Sastra, Intertekstualitas: Pemandu Pengkajian Sastra, Ensiklopedia Sastra Indonesia. 


Sumber: 
Mawar Kusuma. 2012. Penyair dan Guru Besar “Nyeleneh”. http://edukasi.kompas.com/read/2009/03/23/22254379/Penyair.dan.Guru.Besar.Nyeleneh. Diunduh pada tanggal 23 September 2012. 
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Jogja: Gama Media. 

Tak Sekedar Fiksi, namun Dokumentasi atas Novel Orang-Orang Proyek

Begitu menarik dan tak ada habisnya ketika mengkaji ataupun mengkritisi sebuah karya sastra dengan pisau analisis pendekatan sastra yang ada. Karya sastra ini tak akan lekang termakan oleh waktu, karena sejatinya karya sastra tidak timbul serta merta dari imajinasi pengarang ataupun penyairnya, akan tetapi lebih dari itu sebuah karya sastra timbul dari pengalaman batin maupun lahir penggoresnya dalam realitas sosial masyarakat. Berbagai macam karya sastra mulai dari puisi, cerpen, novel maupun naskah drama masing-masing memiliki karakteristik dan juga daya pikat yang hebat terhadap peminatnya. Karya sastra-karya sastra tersebut terus berkembang selaras dengan zaman yang terus berkembang tak terbendung. 

Ada hal yang menarik ketika menikmati novel karya Ahmad Tohari yang berjudul Orang-Orang Proyek. Nampaknya ada hal yang mampu memikat pembaca untuk tidak sekedar membaca sinopsis jalan cerita di cover belakang. Kegelisahan pembaca ini mau tidak mau membawa pembaca harus mengakhirinya dengan membaca keseluruhan cerita dalam novel ini. Ahmad Tohari mampu menyajikan kritik-kritik politik yang cerdas melalui novel-novel karyanya jika dikaji dengan intertekstual. Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks(lengkapnya:teks kesastraan) yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan unsur-unsur intrinsik seperti ide, gagasan, peristiwa, plot, penokohan, (gaya)bahasa, dan lain-lain, diantara teks-teks yang dikaji (Nugiyantoro, 2010:50). Kesamaan unsur-unsur tersebut terdapat seperti halnya dengan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Bekisar Merah dan lain sebagainya, nampak keberpihakan kepedulian terhadap rakyat. Dalam rajutan cerita Orang-Orang Proyek, Tohari mampu mencerdaskan pembaca dengan tokoh intelektual yang merakyat dengan hadirnya sosok Kabul, seoarang insinyur teknik muda yang memiliki idealisme yang tak ingin mengotori keinsinyurannya. Perwujudan dari tekadnya itu adalah dengan mengabdi pada rakyat. 



Sekilas Rajutan Cerita 
Orang-Orang Proyek mengkisahkan perjalanan hidup seoarang insinyur muda bernama Kabul. Setelah ia lulus dari Fakultas Teknik, ia mendapatkan sebuah proyek untuk membangun jembatan di sungai Cibawor, desa Cibawor. Diceritakan pembangunan jembatan ini adalah pada tahun 1992. Sedikit keluar pada konteks cerita, ketika dikaitkan dengan Indonesia pada masa itu, era yang berkuasa adalah era Orde Baru. Pada masa itu pemerintah sedang giat-giatnya melancarkan aksi pembangunan, tak heran ketika itu Soeharto dijuluki sebagai Bapak Pembangunan. Dengan partai penguasa pada masa itu yaitu partai Golongan Karya, sudah menjadi tradisi ketika pejabat pemerintahan dan juga segala pendukungnya harus menjadi kader partai itu. Kembali dalam cerita novel ini, kabul hidup dalam masa persis seperti keadaan Indonesia pada tahun 90an tersebut. 

Kabul merasa mengembara dalam kepalsuan ketika ia dihadapkan pada kasus korupsi, kolusi maupun nepotisme yang menggerogoti tiap sendi kehidupan. Bahkan pembuatan jembatan yang seharusnya mampu dibangun semaksimal mungkin dengan anggaran dana yang ada masih harus dipotong sana-sini untuk hal yang seharusnya tidak terjadi. Pembangunan jembatan ini diperparah dengan adanya kepentingan politik yang mendomplengi pembangunan jembatan ini. Hal yang paling kentara adalah pembangunan jembatan ini harus selesai tepat bersamaan dengan agenda kampanye partai politik yang berkuasa kala itu, yakni partai Golongan Lestari Menang. Hal itu makin diperparah dengan harus dipotongnya anggaran pembuatan jembatp;an untuk pembangunan masjid, yang niatnya hanya nantinya untuk shalat jumat pejabat-pejabat yang hadir. Ketimpangan juga terjadi ketika besi-besi rancang tidak sesuai dengan perencanaan, yakni besi bekas. Tidak hanya besi bekas saja, akan tetapi pasirpun tidak sesuai dengan kualias yang diharapkan. 

Dalam keadaan tekanan dari Pak Dalkijo, yaitu atasaanya yang mengorbankan hak rakyat untuk membuat jembatan yang seadanya. Dalkijo selalu saja mendektenya dengan berbagai hal, mulai dari target jadinya jembatan, bahan baku, pemotongan anggaran yang semua itu demi kepentingan partai politik dan juga penguasa. Kabul merasa tertekan, hingga pada akhirnya karena ia tdak mau mengotori keinsinyurannya dan juga mengorbankan hak-hak rakyat, Kabul mundur dari pekerjaanya tersebut. 

Pada akhir cerita, diceritakan kabul menikah dengan Wati, seorang patner kerjanya dalam pembuaan proyek jembatan tersebut. Selang setahun, kabul ingin berlibur dirumah mertuanya. Alangkah kagetnya ketika ia akan melintasi jembatan yang telah diresmikan setahun silam, jembatan yang telah ditinggalkanya karena permasalahan prinsip yang tak mau mengorbankan kualitas jembatan demi hak-hak rakyat, ternyata jembatan itu telah rusak. Hingga ia hanya bisa menghela nafas, dan berpikir jika saja pengerjaan jembatan itu memperhatikan apa yang disarankannya untuk dibangun setelah musim penghujan dan juga tidak ada potongan anggaran disana-sini serta kualitas material bangunan yang seperti mestinya, pasti jembatan itu akan tetap megah berdiri dan menjadi kebanggaan desa Cibawor dan juga kepuasan batin dirinya karena telah mampu menciptakan karya yang mampu dinikmati oleh semua orang. 

Realitas Sosial 
Ketika membaca novel ini sangat kental akan realitas sosial masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru. Kala itu kekuasaan Orde Baru mampu merenggut kebebasan dalam semua lini sendi-sendi kehidupan. Bukan hal itu saja, kekuasaan yang berkuasa 33 tahun di bumi Indonesia ini juga mampu menghadirkan permasalahan yang sangat kompleks, sebut saja KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Kepentingan partai penguasa pada masa itu menjadi hal yang didewakan demi sebuah kekuasaan. Pada akhirnya Orde Baru menjadi sebuah sistem yang sudah terintegrasi untuk tetap menancapkan kekuasaan di Indonesia dengan mengacuhkan rakyat Indonesia, terlebih lagi golongan rakyat kecil. 

Berbekal permasalahan dinamika politik yang terjadi di Indonesia pada masa itu. Ahmad Tohari mampu peka hingga secara cerdas ia ingin menggugah rakyat Indonesia dengan Novel yang ia tulis, yakni Orang-Orang Proyek. Disana secara sadar Tohari mampu menyajikan kritik-kritik politik secara halus, sehingga pembaca seakan mampu merasuk dan kembali mengkritisi akan masa itu yang seakan sekarang terlupakan. Melalui novel tersebut pembaca mampu berpikir kritis dan mampu bertindak bagaimana mestinya. 

Kejeliaan Tohari dalam mengkontruksi novel ini menjadi sebuah duplikat keadaan Indonesia pada masa 90an, tepatnya Orde Baru, adalah sebuah sikap kegelisahan Tohari sebagai seorang sastrawan yang bersikap bijak dengan karyanya. Novel yang ia cipta mampu berangkat dari realitas sosial yang ada, sehingga mampu menjadi dokumentasi sejarah, bukan semata-mata dokumentasi fiksi. Novel ini menjadi sangat jelas ketika dikaji dengan pendekatan Sosiologi Sastra. Pendekatan sosiologi Sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimetik yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatan (Wiyatmi, 2006:97) 

Dengan pendekatan Sosiologi Sastra secara gamblang terlukis jelas bahwa Orang-Orang Proyek tidak lantas sebuah novel yang benar-benar fiksi semata. Namun terdapat kaitannya dengan realitas sosial yang terjadi pada masyarakat. Dalam hal ini adalah relitas rezim Orde Baru yang berkuasa di Indonesia. Hal inilah yang kemudian menjadi nilai lebih dibandingkan dengan novel-novel lainnya, karena dalam novel ini pembaca diajak seolah ikut dalam rajutan jalinan ceritanya. Kemudian setelah pembaca mampu larut, umpan baliknya adalah pembaca menjadi kritis terhadap masalah-masalah sosial terlebih lagi politik di Indonesia. Pada akhirnya novel ini menjelma menjadi novel yang layak dibaca oleh semua orang, karena mampu memberikan refleksi kepekaan terhadap perbaikan negeri ini. 


Arda Sedyoko 
(Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2009)

Masa Studi: Lulus Tepat Waktu atau Lulus di Waktu yang Tepat?

 "Masa studi harusnya ditempuh mahasiswa maksimal dalam jangka waktu tujuh tahun atau 14 semester."
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 232/U/2000 BAB III tentang Beban dan Masa Studi Pasal 5 Ayat 1 Beban studi program sarjana sekurang-kurangnya 144 (seratus empat puluh empat) SKS dan sebanyak-banyaknya 160 (seratus enam puluh) SKS yang dijadwalkan untuk 8 (delapan) semester dan dapat ditempuh dalam waktu kurang dan 8 (delapan) semester dan selama-lamanya 14 (empat belas) semester setelah pendidikan menengah. 

Masa studi mahasiswa adalah jangka waktu yang harus ditempuh mahasiswa dan dalam jangka waktu itu mahasiswa wajib telah menyelesaikan studinya (Lulus). dengan jumlah SKS 144 dalam jangka waktu 4 tahun seharusnya seorang mahasiswa sudah mampu meyelesaikan studinya. 

Mengapa ada Masa Studi? 
Masa studi ini diberlakukan karena setiap mahasiswa sebenarnya mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dr. Maman Suryaman, Kajur PBSI menjelaskan “Setiap mahasiswa sebenarnya mendapat subsidi pemerintah, jumlahnya sangat banyak. Rata-rata setiap mahasiswa menghabiskan dua puluh juta dalam satu tahun, di UNY sendiri dalam satu tahun mahasiswa membayar tidak sampai dua juta per tahun.” 


Lulus Lebih dari Empat Tahun 

Mahasiswa yang lulusnya melebihi empat tahun merupakan masalah yang harus dihadapi. “Banyak kasus terkait pemberian masa studi itu. Banyak yang melebihi empat tahun masa studi tentu saja tidak begitu berkualitas lulusannya. Semakin lama masa studi yang dihabiskan semakin menurun kualitas lulusannya, walau bergelar Coumloude. Dari sisi kualifikasi semakin lama mahasiswa menempuh studi, juga berdampak pada akreditasi jurusan semakin turun.” ujar Kajur PBSI. 

Pertimbangan Biaya 
Tidak dapat dipungkiri semakin lama mahasiswa menyelesaikan masa studi maka biaya yang dikeluarkannya juga semakin besar. Subsidi yang dikeluarkan pemerintah pula makin banyak. Tidak hanya biaya kuliah saja. Masalah biaya hidup juga merupakan salah satu pertimbangan apabila masa studi mahasiswa lama. 

Imbas Lamanya Masa Studi 
Dampak dari lamanya masa studi adalah peluang karier tertunda. Termasuk membuang sekian waktu yang harusnya dapat dimanfaatkan secara maksimal. “Berkurangnya kesempatan mencari kerja. Banyak mahasiswa yang mengabaikan masa studi sehingga kemungkinan DO (Drop Out-red) secara otomatis,” tambah Dr. Maman Suryaman. 

Penyebab Masa Studi Lama 
Faktor-faktor yang mempengaruhi masa studi menurut Dr. Maman Suryaman diantaranya adalah mahasiswa yang mengambil kerja bersamaan dengan kuliah. Malas kuliah, masalah internal mahasiswa dengan keluarga. Masalah eksternal dengan pergaulan sesama teman atau rekan sebaya. Ditamabah belum memanfaatkan PA (Penasehat akademik-red) secara maksimal. Rencana menulis skripsi tidak matang. 

Bagaimana mensiasatinya? 
Tidak ada mata kuliah yang ditinggalkan, tugas kuliah dikaitkan dengan rencana skripsi, bila ada nilai tidak keluar langsung diurus. Progam membaca dan membeli buku harus ditingkatkan. Maksimalkan sistem SKS, manajemen waktu, memiimalkan masalah internal dan eksternal. Memanfaatkan PA untuk konsultasi.


(Diolah dari berbagai sumber) 

Reporter : Ngalim Mustakim, Putri Wardani